Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyikapi Berita Tentang Pernyataan Sikap Civitas Academica Universitas Widya Mataram


Sejak beberapa pekan terakhir, atmosfer politik Indonesia menjadi sorotan utama, tidak terkecuali masyarakat kampus di seluruh negeri. Saat ini, banyak kampus yang aktif menentukan sikap terkait kondisi perpolitikan Indonesia, UGM, UII, UMY, UAD dan beberapa kampus lain, termasuk didalamnya UWMY (Universitas Widya Mataram Yogyakarya). Sikap yang mereka ambil karena dugaan maladministrasi yang melibatkan salah satu calon wakil presiden (Gibran) saat mendaftarkan diri sebagai bakal calon wakil presiden (Red-Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023).

Pada dasarnya, pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh sejumlah kampus tidak mengenai narasi pribadi terhadap keberpihakan ke salah satu calon, melainkan menegaskan peran kampus sebagai lembaga independen yang memiliki tanggung jawab untuk mengontrol dan mengawasi proses politik Indonesia. Sikap ini mencerminkan komitmen kampus untuk berdiri sebagai penjaga nilai-nilai demokrasi dan integritas, tanpa memihak kepada satu pihak politik tertentu. Pernyataan sikap ini menciptakan preseden bahwa kampus-kampus di Indonesia memiliki kapasitas untuk melakukan evaluasi kritis terhadap calon-calon yang bersaing dalam arena politik.

Peran kampus sebagai lembaga independen dalam mengontrol berpolitik sejalan dengan misi pendidikan tinggi yang bertujuan untuk membentuk generasi yang kritis, independen, dan bertanggung jawab. Melalui pernyataan sikap ini, kampus menyampaikan pesan bahwa mereka tidak hanya menjadi tempat pembelajaran akademis, tetapi juga tempat pembentukan karakter dan kesadaran sosial.

Pernyataan sikap ini bukan sekadar mengecam, tetapi juga menyoroti pentingnya nilai-nilai etika dan tata kelola yang baik dalam mengelola negara. Dengan demikian, kampus turut berkontribusi dalam menciptakan warga negara yang paham akan hak-hak dan kewajiban mereka dalam menjaga demokrasi.

Namun narasi pernyataan sikap yang diambil oleh kampus tidak semuanya bernada netral, misalnya sikap kampus almamater penulis, Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY). Muatan sikap UWMY  dipublikasikan oleh republika.co.id dengan judul “Pernyataan Sikap Civitas Academica Universitas Widya Mataram Darurat Keteladanan” yang dimuat pada tanggal 7 Februari 2024.

Setidaknya ada enam sikap yang dinyatakan oleh Civitas Akademika Universitas Widya Mataram Yogyakarta sebagai berikut:

  1. Meminta Presiden dan segenap Petinggi Negara menunjukkan kenegarawanan dan menjadi teladan dalam menegakkan etika politik dan hukum untuk membangun demokrasi yang baik di negeri ini.
  2. Mendesak semua Pejabat Negara dan Pengambil/Pelaksana Kebijakan, dari pusat hingga Daerah untuk tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk kepentingan politik keluarganya dengan berpihak pada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
  3. Mendesak Presiden Joko Widodo dan semua Pejabat Pemerintah, TNI, dan Polri untuk tidak menyalahgunakan otoritas dengan memanfaatkan dan mengerahkan sumber daya negara untuk kepentingan politik pragmatis golongan tertentu, termasuk menghindari politisasi dan personalisasi bantuan dari pemerintah.
  4. Mengajak semua elemen Bangsa mengawal pelaksanaan Pemilihan Umum agar berlangsung jujur, adil, dan damai, serta menjunjung tinggi hak asasi setiap warga negara.
  5. Mengajak semua warga negara yang mempunyai hak suara untuk menggunakan haknya dengan memilih calon pemimpin sesuai dengan hati nuraninya, tanpa terpaksa atau dipengaruhi oleh siapapun dengan politik uang atau sejenisnya.
  6. Mendesak penegak hukum untuk segera menangani kasus-kasus pelanggaran yang terjadi selama proses pemilu 2024 dan memastikan pemilu yang berintegritas sehingga terwujud kepercayaan publik terhadap pemerintah

Dari ke enam pernyataan sikap tersebut tidak ada yang salah, semuanya normal, namun yang menjadi sorotan penulis terdapat satu kalimat yang ada dalam muatan berita. “Pendidikan politik yang baik telah ditunjukkan oleh Prof. Dr. Mahfud MD sebagai Menkopolhukam yang telah menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari conflict of interest”. Kalimat ini penulis pertanyakan apakah narasi republika atau dari kampus UWMY sendiri?

Jika itu dari Republika, pihak kampus UWMY semestinya melakukan hak jawab untuk merevisi pemberitaan tersebut. Namun sebaliknya, jika itu mutlak dari UWMY maka pernyataan tersebut perlu dipertanyakan nilai integritasnya. Pertama, Prof. Dr. Mahfud MD telah menunjukkan pendidikan politik yang baik dengan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) bernilai paradoks karena dikeluarkan dari UWMY yang notabennya  Prof. Dr. Mahfud MD menjabat sebagai ketua yayasan di tempat tersebut. Penyataan ini akan bernilai berbeda jika dikeluarkan dari kampus yang di sana Prof. Dr. Mahfud MD tidak terikat apapun.

Kedua, makna pendidikan politik yang baik atas sikap pengunduran diri Prof. Dr. Mahfud MD terkesan politis. Jika mau melabelkan Prof. Dr. Mahfud MD mengajarkan pendidikan politik yang baik seharusnya pengunduran diri dilakukan sejak pertama kali diumumkan sebagai bakal calon wakil presiden. Hal ini akan menciptakan preseden yang lebih kuat dan konsisten, memastikan bahwa langkah-langkah etis telah diambil sejak awal proses politik. Sehingga pernyataan kalimat dalam muatan berita tersebut bisa bernilai benar. Artinya konteks waktu yang dipilih menjadi elemen penting dalam mendiskusikan integritas politik dan etika kebijakan atas pengunduran diri Prof. Dr. Mahfud MD.

Terakhir, tulisan ini sebagai buah pendidikan kampus untuk mengajar masyarakatnya mengeksplorasi sisi-sisi yang kurang terlihat dalam suatu narasi berita sehingga tidak menjadi informasi yang terkesan masih menjadi puzzel. Penulis hanya mencoba mengurai sehingga bisa membentuk pemahaman yang lebih holistik tentang dinamika politik dan peran pendidikan politik yang diambil oleh kampus. Tabik.

Penulis: M Darmawan


Posting Komentar untuk "Menyikapi Berita Tentang Pernyataan Sikap Civitas Academica Universitas Widya Mataram"