Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diskusi Semalam: Laki-Laki Dan Perempuan Punya Potensi Selingkuh




Saya akan memulai tulisan ini dengan mengutip salah satu filsuf Athena, Socrates; Hidup yang tidak dihayati, dipikirkan, dan direnungkan adalah hidup yang tak layak dijalani. Tentu aksioma itu muncul dalam kapasitasnya sebagai seorang filsuf.  Namun bagaimana dengan saya atau kita? Ya kalau tidak bisa dihayati atau dipikirkan, setidaknya kita mampu merenungi hidup. Walaupun dalam teori sosial merenung tak sedangkal definisi bahasa yang memiliki arti memandang, menatap atau diam memikirkan sesuatu. Merenung dipahami sebagai teori pengungkapan atas perasaan manusia. Bahkan Plato mendekonstruksi perilaku merenung merupakan bagian dari cara untuk menembus segi-segi praktis dari benda-benda  di sekeliling kita sehingga sampai pada makna yang dalam untuk memahami ide-ide dibaliknya. Sederhananya begini, dengan merenung kita bisa menjelaskan berbagai aspek kehidupan. (kalau mau lebih jelas baca Teori Metafisik, Plato atau Teori Ekspresi, Benedetto Croce)


Entah sejak kapan, yang pasti setelah tidak memiliki pekerjaan (pengangguran) saya mulai rajin merenung. Apa yang saya jalani hari ini, malamnya saya renungi, begitupun jika ada kejadian malam, paginya saya renungi, begitulah seterusnya untuk membuat hidup saya terlihat layak dijalani.


Dan tulisan ini adalah hasil renungan  saya tentang diskusi dua malam kemarin dengan perempuan yang akan menjalankan rutinitas wajib mahasiswa, KKP (Kuliah Kerja Praktek Poto). Tiba-tiba saya ditodong dengan kalimat, “Laki-laki meskipun sudah punya pasangan, akan tetap merespon perempuan lain”, kalimat bernada sindiran ini berlanjut dengan opini yang dibangun, laki-laki lebih rawan melakukan hubungan perselingkungan dibandingkan dengan perempuan. Ini cukup membuat saya terganggu. Paginya saya mencoba mencari beberapa penelitian tentang kasus perselingkuhan. Bukan sebagai pembelaan saya sebagai laki-laki, tetapi ingin mengetahui alasan dan kebenaran opini tersebut. Hasil bacaan ini kemudian akan saya paparkan dalam tulisan ini.


Pertama, jika teman-teman membuka Google dan mencari mana yang lebih potensi melakukan perselingkuhan, jawaban yang paling banyak ditemukan adalah laki-laki, maklum media sekarang senang saling copas. Namun saya tak mengelak dengan data itu, menurut penelitian Briony Leo, seorang psikolog dari Melbourne, Australia, mengungkapkan bahwa sekitar 20% laki-laki punya riwayat selingkuh, sedangkan perempuan di angka 13%. Sedangkan dalam penelitian Current Opinion In Psychology menemukan, laki-laki dan perempuan modern memiliki potensi yang sama-sama besar melakukan perselingkuhan. Studi tersebut mencatat, 57% laki-laki dan 54% perempuan. Namun dalam penelitian Current Opinion In Psychology tersebut para peneliti memunculkan asumsi bahwa persentase perempuan berselingkuh sebenarnya lebih besar dari laki-laki. Hanya saja, perempuan tidak mengakui telah melakukan perselingkuhan daripada laki-laki.


Penelitian diatas dilakukan di negara Amerika, Australia, dan Inggris pada tahun 1991-2022. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Menurut survei aplikasi Just Dating (2023), Indonesia merupakan negara nomor dua di Asia dengan kasus perselingkungan terbanyak setelah negara Thailand. Ada sekitar 40% responden mengaku pernah berselingkuh dari pasangannya, sedangkan di Thailand hasil survei sebanyak 50%. Di Urutan nomor tiga ada Taiwan dan Singapura dengan 30%, sedangkan Malaysia sebagai negara paling setia di Asia hanya 20% penduduknya mengaku pernah berselingkuh.


Lebih lanjut, Just Dating mengemukakan fakta bahwa perempuan Indonesia lebih banyak melakukan perselingkuhan dibandingkan dengan laki-laki. Adapun indikator selingkuh yang dipahami oleh perempuan dan laki-laki berbeda. Perempuan mengartikan pasangan berselingkuh apabila sudah saling berkenalan dan bertukar pesan dengan lawan jenis. Sedangkan laki-laki mengidentifikasikan perempuan berselingkuh apabila sudah berani pergi berdua dengan laki-laki lain. Perbedaan indikator tersebut juga memberikan perbedaan persepsi pada perempuan dan laki-laki dalam melihat kasus perselingkuhan. Dalam penelitian yang sama, perempuan digambarkan sebagai sosok yang lebih cenderung memaafkan pasangan saat berselingkuh sedangkan laki-laki yang mengetahui pasangannya berselingkuh akan melakukan pembalasan atau tidak akan berpikir dua kali untuk meninggalkannya.


Pusparagam pandangan di atas kemudian menarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perselingkungan bisa terjadi. Saya mencoba memaparkan dalam dua aspek, secata sosiologis dan biologis. Secara sosiologis perselingkuhan diartikan sebagai pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang yang sudah memiliki pasangan terhadap norma yang mengatur tingkat keintiman emosional dan fisik (seksual) dengan orang-orang di luar hubungannya dengan pasangan (Moller dan Vosler, 2015). Lebih lanjut Watkins dan Boon (2016) memaparkan hasil penelitiannya menemukan penyebab terjadinya perselingkuhan. Perempuan melakukan perselingkungan sebagai bentuk ketidakpuasan emosional yang diberikan oleh pasangannya, sedangkan laki-laki memiliki motivasi seksual sebagai alasan perselingkuhan.


Menilik penyebab perselingkuhan secara sosiologis tersebut, akan sangat sukar menemukan atau menjustifikasi gender mana yang lebih cenderung melakukan perselingkuhan. Tentunya antara laki-laki dan perempuan keduanya memiliki potensi berselingkuh selama tidak terpenuhi kebutuhan emosional bagi perempuan dan kebutuhan seksual bagi laki-laki.


Sedangkan secara biologis perselingkuhan diartikan sebagai reaksi Hormon Testosteron yang menimbulkan rasa bahagia atau nyaman yang dibangun lewat hubungan asmara. Reaksi testosteron oleh Dr Pankaj Agarwal, seorang endokrinologi, menjelaskan memiliki fungsi sebagai pengatur libido atau untuk meningkatkan hasrat seksual. Dalam psikologi, libido seseorang yang terlalu besar dan tidak bisa dituangkan dalam pasangan bisa menyebabkan terjadinya perselingkuhan sehingga mencari cara untuk mencari orang lain sebagai aktor kedua dalam transfer libido tersebut (Calvin S Hall, 2022).


Artinya kualitas hubungan akan menentukan peluang terjadinya perselingkuhan. Semakin buruk hubungan yang dibangun makan semakin besar peluang terjadinya perselingkuhan begitupun sebaliknya jika seseorang mampu memanajemen konflik atau kepentingan dalam suatu hubungan makan bentuk hubungan yang akan dihasilkan adalah hubungan yang sehat. Istilah kata seperti kata mahasiswa yang sedang viral, kematangan dalam segala aspek menjadi indikator penting jika ingin membentuk satu komitmen hubungan sehingga mengantisipasi terjadinya satu bentuk perselingkuhan.


Penulis: M Darmawan



Rujukan

Hall, Calvin S. 2020. Libido Kekuasaan Sigmund Freud. Pustaka Narasi, Yogyakarta.

Shaleha, Rinanda R A, dan Kurniasih L. 2020. Unfaithfulness: Scientific Exploration of Infidelity. Buletin Psikologi, Volume, 29, Nomor 2.

Moller, N. P., & Vossler, A. 2015. Defining infidelity in research and couple counseling: A qualitative study. Journal of Sex & Marital Therapy, 41, 487–497.

Watkins, S. J., & Boon, S. D. 2016. Expectations regarding partner fidelity in dating relationships. Journal of Social and Personal Relationships, 33(2), 237–256.

Leo, Briony______. What Is Attachment and Why Is It Important?.  Akses di https://psychcentral-com.

Baskhara, Panji. 2023. Perempuan di Indonesia Lebih Banyak Melakukan Selingkuh Ketimbang Laki-laki. Akses di: https://wartakota.tribunnews.com

Thiar, Gerry Maulana. 2021. Inilah Perbedaan Nafsu antara Cowok dan Cewek. Ternyata Cewek Nggak Lebih Baik!. Akses di: https://www.hipwee.com




 

Posting Komentar untuk "Diskusi Semalam: Laki-Laki Dan Perempuan Punya Potensi Selingkuh"