Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lorong Panjang LGBT

 


Perbincangan tentang Lesbian, Guy, Biseks dan Transgender (LGBT) belakangan ini tengah marak kembali diperbincangkan berbarengan dengan kontestasi Piala Dunia yang adakan di Qatar, perbincangan dilakukan baik di ruang-ruang maya atau pun nyata. Seputar perbincangan mereka tentang pro dan kontra. Fenomena tersebut telah membuat kegoncangan sosial. Beberapa orang yang mengatasnamakan diri sebagai pembela agama memberangus komunitas yang terkait dengan LGBT sehingga terjadi ketidaknyamanan sebagian kelompok oleh kelompok tersebut. 

Di negara-negara barat LGBT telah menjadi fenomena umum yang sudah diakui baik secara sosial ataupun konstitusional. Di Inggris misalnya, telah ada Undang-Undang yang mengatur tentang pernikahan sesama jenis. Bahkan mereka telah memiliki komunitas-komunitas khusus untuk mewadahi orang-orang yang memiliki kesamaan dalam hal itu. Feminisme radikal disebut-sebut sebagai paham yang memperjuangkan fenomena lesbian ataupun lainnya sebagai hak asasi setiap orang.

Secara akademis, telah banyak para pemikir khususnya dari barat yang membicarakan tentang seksualitas. Misalnya Foucault, Nietzhe dan lainnya. Foucault melihat pendapat yang mengatakan bahwa fenomena homo sebagai kelainan seksual adalah bentuk arkeologi pengetahuan (archeolgy of knowledge). Menurutnya, pandangan tersebut merupakan bentuk hegemoni ilmu kesehatan terhadap konstruk sosial yang ada. Dengan kata lain homo atau guy merupakan konstruk sosial. Oekley, salah seorang sosiolog yang disebut sebagai pencetus istilah gender juga memiliki pandangan bahwa seksualitas merupakan konstruk sosial.

Dalam kajian Seks dan Gender dinyatakan bahwa perlu dibedakan antara “prilaku” seks dan “orientasi” seks. Prilaku seks ditunjukkan kepada bagaimana seseorang mengekspresikan hasrat seksualnya, misalnya seperti menikah satu, dua atau tiga kali. Adapun orientasi seks ditunjukkan kepada bagaimana seseorang memilih dengan siapa dia menyalurkan hasrat seksualitasnya, dengan lawan jenisnya (heteroseksual) ataupun sesama (homoseksual). Prilaku seks merupakan suatu tindakan kongkrit seseorang dalam hal seksualitas dan orientasi seks biasanya merupakan bawaan sejak lahir. Prilaku seks bisa dikendalikan sementara yang kedua tidak bisa. Dengan argumentasi tersebut banyak kalangan mengafirmasi dan menyepakati bahwa LGBT merupakan sesuatu yang alami ada di dalam diri manusia.

Sejatinya persoalan penting dalam isu LGBT bukan pada substansi LGBT itu sendiri karena jika kita mengkaji secara fenomenologis, maka mungkin akan ditemukan sisi baik dari mereka yang termasuk dalam keempat istilah tersebut. Sejauh ini LGBT menjadi ribut menurut saya lebih disebabkan oleh gelombang isu yang sangat sarat dengan kepentingan tertentu. Dalam analisis framing mungkin saja isu LGBT hanya peralihan isu atas isu-isu penting lainnya.

Sensitifitas masyarakat bangsa Indonesia juga menjadi penyumbang utama gejolak isu tersebut. di tambah lagi ketika isu tersebut dibungkus dengan seragam agama, maka masyarakat dengan penduduk mayoritas muslim ini pasti akan sangat cepat termakan isu. Akhirnya terjadilah kekacauan-kekacauan baik di dunia sosial nyata ataupun maya. Korbannya tentu saja mereka yang memiliki kenyataan menjadi LGBT itu. Mereka menjadi terancam dan diintimidasi dari struktur sosial yang ada. Dengan demikian LGBT telah menciptakan implikasi di luar substansi yang ada di dalamnya. Kekacauan sosial yang disebabkan oleh permainan isu seperti itu memang merupakan hal lumrah di negeri ini. Para pemainnya berdiri di balik layar dengan menjual apa saja terutama agama.

Hingga titik ini, saya melihat bahwa fenomen LGBT tidak sesimpel diskusi di atas, namun sungguh sangat kompleks. Yang pertama, saya tidak sepakat jika LGBT merupakan penyakit bawaan sejak lahir. Buktinya banyak orang-orang yang awalnya normal tapi karena hidup dalam komunitas sosial yang homo misalnya, akan menjadi bagian dari komunitas tersebut, demikian pula dengan lesbi. Di samping itu jikalah fenomena tersebut merupakan penyakit dengan ketentuan orientasi seks hetero dan homo, kenapa ada yang memiliki kebiasaan beseksual yang justru bisa menjadi kedua-duanya?  Dengan demikian menurut saya ada “kenakalan” libido yang dimiliki oleh orang-orang tertentu. Yaitu mereka yang awalnya “normal” namun karena visualisasi porno yang dikonsumsi membuat mereka bisa memiliki hasrat di luar kebiasaan itu.

Namun saya tidak ingin tergesa-gesa untuk menyimpulkan diskusi ini, maka dari itu sebelum kita mengambil keputusan paradigma ataupun solusi untuk LGBT alangkah lebih baiknya jika kita mengkaji lebih jauh lagi dengan melakukan penelitian-penelitian yang terkait dengan fenomena tersebut (Biologi, Sosilogi dan Psikologi) dan sejauh mana dampak negatif yang ditimbulkan. Artinya jika LGBT sejauh ini tidak memberikan dampak yang buruk terhadap kehidupan bersama, tidak perlu dipermasalahkan. Bukankah hal yang didambakan dalam hidup ini adalah kedamaian dan ketentraman?

Sebagai kesimpulan, isu LGBT seharusnya dibaca secara komprehensif dengan melakukan penelitian dari berbagai aspek kehidupan. selain itu hendaknya kita juga melihat fenomena tersebut dalam konteks isu-isu tertentu seperti politik, ekonomi dan lain sebagainya. Sebagaimana dikatakan Thamrin –seorang guru besar Sosiologi, feneomena LGBT sangat terkait dengan komersialisasi seksual dan propaganda politik. Di samping itu mungkin saja fenomena tersebut juga bisa merupkan bentuk campur tangan asing karena ada bukti menunjukkan bahwa komunitas pro LGBT Mendapat suntikan dana dari luar negeri. Dengan demikian sudah seharusnya kita melihat fenomena tersebut sebagai wacana yang kompleks agar tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan sehingga tidak memperkeruh keadaan.  

 

Posting Komentar untuk "Lorong Panjang LGBT"