Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Orang-Orang Kecil Yang Membantu Melengkapi Pengusulan Maulanasyech TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Menjadi Pahlawan Nasional

 


Jadi ceritanya setelah Maulanasyech TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menjadi Pahlawan Nasional banyak muncul pihak-pihak, orang-orang yang mengaku ikut berkontribusi dalam pengusulan. Tentu saja semua bisa mengaku berjasa. Sekecil apa pun jasa. Barangkali jika tidak ada peran kecil itu, proses pengangkatan TGH Zainuddin Abdul Madjid akan terhambat. Sama seperti sebuah motor mewah tapi businya mati, hanya busi, maka motor itu tidak bisa berfungsi dengan baik.

Saya mulai ikut-ikutan pada tahun 2014. Pak Dr Haji Nuriadi Sayip sangat membantu dengan karya beliau yang menafsirkan wasiat renungan masa. Ada juga Dr Salman, Dr Saipul Hamdi, dan Achieve Ikroman. Seminar itu untuk membantu merekonstruksi berbagai peristiwa, untuk urusan dokumen.

Ketika saya diajak sebagai salah satu tim pengusulan Pahlawan, saya tau ini bukan soal sosok kepahlawanan semata tetapi sangat administratif. Jadi walaupun mungkin cerita kepahlawanan sudah diketahui, tapi jika tidak ada bukti, tidak ada dokumen pendukung untuk meyakinkan orang, terutama meyakinkan orang-orang yang bukan NW (Nahdlatul Wathan adalah organisasi massa Islam dari Nusa Tenggara Barat), yang mungkin tidak pernah sama sekali belajar tentang NW. Akan sulit meyakini mereka bahwa guru besar kami itu sangat berjasa.

Maka mulailah merombak berbagai naskah pengusulan dengan sangat/harus benar-benar teliti. Hati-hati. Mungkin karena saya wartawan makanya diminta bagian membaca.

Tentu saja banyak tokoh dalam penyusunan dokumen ini, para guru kami, para akademisi, para tuan guru, politisi, peneliti, pemerintah, LSM, para abituren yang banyak membantu. Saya tidak hafal nama-nama mereka. Wajahnya pun hanya sebagian saya ingat baik dalam memori kepala atupun dalam momeri gambar yang pernah saya foto.

Catatan ini hanya menceritakan orang-orang kecil yang tidak bisa keseluruhan saya ceritakan.

Muhammad Safwan dan Pak Umar

Dalam proses memeriksa berbagai dokumen, makalah, berita, testimoni ada satu perjalanan hidup Maulanasyech yang menurut masukan para ahli harus diperjelas. Apakah benar Maulanasyech menjadi delegasi yang diutus oleh NIT (Negara Indonesia Timur) untuk berangkat haji.

Buku-buku yang ditulis oleh peneliti dan sebagian abituren meyakini itu. Padahal masuk sebagai gerbong NIT itu bisa jadi batu sandungan. Dari seluruh buku, makalah yang ditulis semua saling mengutip. Si A mengutip B, B mengutip C, C mengutip D, dsb. Semuanya itu muter-muter dan tidak jelas darimana sumbernya. Mungkin kalau zaman sekarang bisa dibilang hoax.

Karena sudah terlanjur banyak ditulis dan diyakini susah juga utk membantah , mencari bukti bahwa Maulanasyech bukan utusan NIT. Memang benar saat itu beliau berangkat haji,csaat Sunda Kecil ini bagian NIT tapi belum tentu utusan NIT.

Beberapa tuan guru, ada yang sepuh, murid langsung Maulanasyech kami tanya. Ya mirip mirip gaya wartawan. Beliau sampai menitikkan air mata ketika menceritakan Maulanasyech. Sempat bersitegang karena kisah-kisah itu tidak akan meyakinkan penilai.

Buku sejarah haji nusantara kami bagi untuk dibaca. Akhirnya ketemu beberapa referensi dan perspektif (saya lupa nama sejarawan dari Jawa yang memberikan ide cara membaca sebuah peristiwa).

Sebagai kesimpulannya maka Pak Safwan dikirim ke Jakarta. Kantor Arsip Nasional bersama pak ustadz Dr Qudus. Mereka membawa beberapa catatan penting. Berhari-hari di sana. Mereka cukup stress. Mencari dokumen yang dicari ibarat mencari jarum dalam jerami. Keduanya tidak bisa bahasa Belanda.

Dengan mencari kata kunci Zainuddin Abdul Madjid akhirnya bisa dibawa pulang puluhan lembaran. Tim besar rapat dan semua buntu.

Saya tiba tiba teringat pak Umar Bakhtir. Seorang guru SMK. Saya ingat beliau bisa bahasa Belanda. Hari itu juga kami cari ke rumahnya di sekitar Ampenan. Hujan-hujan.

30 menit beliau membaca sambil menjelaskan artinya dan beliau bilang. Di dalam surat ini dijelaskan bahwa ada rombongan jamaah haji dari Lombok salah satunya Zainuddin Abdul Madjid. Dalam surat itu dan surat surat lainnya dijelaskan tentang perlunya memantau aktivitas para jamaah haji. Di Arab mereka menggalang kekuatan untuk kemerdekaan.

Sangat lega. Membantah asumsi Maulanasyech utusan NIT. Panjang lebar kami diskusi dengan Pak Umar. Banyak informasi baru kami dapatkan dari lembaran fotokopi itu dan kami bersyukur kenapa yang difotokopi Pak safwan adalah naskah yang kami cari

Dedy Ahmad Hermansyah

Anak Empang Sumbawa. Alumni Sejarah Unhas. Dari hasil membaca beberapa dokumen, kesimpulan kami Dedy harus ke Makassar. Mencari dokumen tentang NIT. Sebagai alumni Unhas dan sejarah dia adalah andalan (Dedy tidak terlalu kenal dengan Maulanasyech saat itu). Dedy punya banyak teman di Makassar.

Membongkar dokumen. Membaca berkas berkas seputar NIT. Ratusan lembar. Dedy berkisah dia banyak dibantu sama juniornya yang jago bahasa Belanda. Dedy menyusun kisah dari pencariannya itu. Saya menemukan beberapa nama orang Lombok dan Sumbawa, tokoh yang terkenal ikut dalam NIT. Ikut menjadi kabinet NIT. Ikut hadir dalam kegiatan di Malino.

Defuri Ramadhani dan Maya

Nama Ide Anak Agung Gde Agung adalah tokoh NIT yang kemudian kembali ke pangkuan NKRI. Memoarnya harus kami dapatkan. Buku tentang beliau juga harus dicari. Nama ini tidak pernah sama sekali dikutip para abituren yang menulis tentang Maulanasyech terkait NIT.

Saya menghubungi beberapa kawan. Defuri, saat itu mahasiswa komunikasi Universitas Brawijaya Malang melaporkan jika buku itu ada di perpustakaan kampus. Tapi masuk koleksi yang hanya boleh dibaca. Saya memberikan beberapa catatan yang harus dicari. Berhari-hari membaca buku itu dan sepertinya dia bosan. Apalagi dikejar skripsi juga. Akhirnya entah bagaimana caranya buku itu dia fotokopi. Sampul merah. 900-an halaman.

Saat yang bersamaan kawan saya Maya (wartawan Tempo) membelikan buku tekait NIT di lapak lapak buku bekas di Jakarta. Buku buku ini ketika digabung dengan dokumen kantor Arsip Nasional dan dokumen dari Makassar memberikan keyakinan tentang Maulanasyech bukan utusan NIT. Bagaimana mungkin dalam syair-syair beliau yang mengutarakan semangat nasionalisme justru mau masuk dalam negara boneka Belanda.

Ahyar Ros

Saat itu dia sedang galau dengan pacarnya (sekarang sudah jadi istri). Jadi seperti bujang yang patah hati dia melampiaskan membaca dan memeriksa semua bahan-bahan. Sampai tanda baca pun dia periksa. Memeriksa kesesuaian antara kutipan, daftar Pustaka, catatan kaki. Kerjanya di depan laptop full.

Cepot Doank

Menjengkelkan tapi memberikan banyak solusi. Kenapa saya bilang menjengkelkan karena saat kami debat bersitegang, eh dia ngorok. Tidur pulas.

Tapi harap maklum Cepot tidur pagi karena semalaman dia begadang. Dia yang melayout semua berkas, buku, scan foto-foto, termasuk foto buram dia perhalus. Pokoknya kalau soal tampilan dia yang urus. Jadi pagi buts biasanya dia menberikan catatan ptogres pekerjaannya. Kalau dia tidur berarti sudah beres. Tapi kalau belum selesai terus enak-enak ngorok biasanya ada yang teriak membangunkan.

Kalau tidak ada Cepot saya membayangkan berapa lelahnya mata tim penilai, mata para ahli, dan peneliti. Seperti saya bilang berkas pengusulan ini sangat administratif. Cepot merapikan daftar isi, tata letak. Kalau di koran/majalah: sebagus apapun berita dan foto kalau layout tidak bagus, orang akan malas membaca.

Pak Suep

Pak Suep adalah pemilik kios kecil di pojokan antara Gereja Betlehem dan tempat kami nongkrong. Di sekretariat ini kami menyimpan banyak berkas. Sering berserakan. Para ahli yang jadi tim beberapa pernah ke sekretariat itu . Pernah mencicipi kopi dan teh buatan pak Suep.

Pak Suep sering membantu merapikan dokumen. Berserakan malam hari. Rapi pagi hari.

Sering kami berutang.

Pak Suep rajin mencatat. Siapa yang ambil kopi rokok, teh, snack, indomie telur dia catat. Jadi daftar nama orang-orang yang ikut membantu pemberkasan kemungkinan ada namanya di dalam daftar belanja Pak Suep.

Ripaal Pahrrurrozi

Mahasiswa tambun ini tugasnya bagian fotokopi. Sampai dia hafal dimana lokasi fotokopi tercepat, termurah, dan pelayanannya membahagiakan. Entahlah sudah berapa ribu lembar difotokopi sama Ripaal.

Selamat Hari Pahlawan

 *Tentu banyak lagi nama-nama yang membantu. Saya tidak ingat semua. Tapi kalau wajah rasa-rasanya mungkin akan mudah saya ingat jika bertemu. Karena kebetulan saya tukang buat kopi dan teh. Jadi saya masih ingat siapa yang ngopi banyak gula, ngopi tanpa gula, ngopi gula sedikit, ngeteh, merokok, dll.


Fathul Rakhman adalah seorang Jurnalis Mongabay, Penulis, dan Manager Comdev Geopark Rinjani

 


Posting Komentar untuk "Orang-Orang Kecil Yang Membantu Melengkapi Pengusulan Maulanasyech TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Menjadi Pahlawan Nasional"