HARMONI AGAMA DAN ADAT DALAM TRADISI KEBERAGAMAAN DI DESA LENDANG NANGKA
Pendahuluan
Lendang Nangka merupakan salah satu desa di Kabupaten Lombok
Timur yang masuk dalam kecamatan Masbagik. Lendang Nangka sejauh yang direkam
sejarah telah berusia 345 tahun, yakni dengan mengambil tahun 1676 M sebagai
angka awal berdirinya, merujuk beberapa catatan sejarah yang bisa diakses
melalui beberapa sumber. Eksistensi desa Lendang Nangka yang telah mapan secara usia mengandung
banyak nilai-nilai sejarah yang penting untuk kita kaji lebih jauh.
Tulisan ini membahas tentang eksistensi desa Lendang
nangka dalam konteks transformasi sosial keagamaan. Aspek ini mengalami
perubahan signifikan jika melihat arus sejarah panjang desa Lendang Nangka. Secara
sosial terdapat transformasi yang mengagumkan. Ini sebagaimana yang akan kita
lihat nanti dalam bahasan tulisan ini. Kemudian secara keagamaan juga
menunjukkan perkembangan yang cukup pesat terutama dengan perkembangan pondok
pesantren Thohir Yasin
yang berada di dalamnya.
Perpaduan antara sosial dan keagamaan ini bisa dilihat
dalam perjalanan agama dan adat yang mempunyai ikatan sangat erat bagi
masyarakat, bahkan dualitas ini merupakan suatu ikatan yang berpilin kuat yang
menjadi pedoman dalam mengarungi segala sendi kehidupan. Hal ini tertuang dalam
falsafah yang dipengang oleh masyaraka desa Lendang Nangka yang berbunyi “ndeq
sasak dengan mun ndeq Islam” artinya tidak
lengkap seseorang menjadi suku sasak jika dia tidak menganut agama islam (Malik
Hidayat, Wawancara, 13/03/2021).
Pegangan hidup masyarakat adat Lendang Nangka tersebut
memiliki kedalaman makna bahwa segala ritual adat yang dilakukan khususnya di
desa lendang Nangka tidak terlepas dari histori keislaman para pendahulu dan pendiri desa Lendang
Nangka, maka haruslah bersesuai dengan ajaran agama Islam. Oleh
karena itu tulisan ini menyajikan bagaimana hubungan harmonis antara agama dan
adat yang terjadi di desa Lendang Nangka.
Tulisan ini penting untuk dihadirkan mengingat masih
rapuhnya struktur sosial di beberapa daerah dalam konteks gesekan agama-adat
yang sering kali berujung pada konflik-konflik sosial yang memilukan. Hasil
paparan tulisan ini bisa menjadi refleksi sekaligus solusi atas problem sosial
yang masih dihadapi oleh berbagai komunitas sosial di Indonesia secara umum. Selain
itu, paparan ini bisa bermanfaat bagi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
sebagai referensi tentang sikap multikulturalisme yang bisa diterapkan di
lembaga pendidikan. Juga bagi kementrian agama, paparan ini bisa menjadi acuan
dalam mengambil kebijakan terkait relasi agama dan budaya, atau yang lainnya.
Analisis dalam tulisan ini akan menerapkan model
anallisis deskriptif interpretatif. Secara tehnis poin penyajian dalam artikel
ini mengacu pada tiga poin masalah, yaitu: bagaiamana transformasi sosial
masyarakat desa Lendang Nangka, terutama setelah mengalami sentuhan kaum santri
(tuan guru). Kedua, bagaiamana perkembangan keagamaan masyarakat desa
Lendang Nangka
oleh aktivitas keagamaan yang berkembang hingga saat ini. Ketiga, Sebagai refleksi dari kajian ini
dihadirkan paparan tentang bagaiaman identitas agama dan adat saling
berangkulan dan ikatan yang harmonis.
Lendang Nangka, Desa Tua dengan Segudang Prestasi
Sebagaimana yang disinggung pada bahasan sebelumnya, Desa
Lendang Nangka merupakan desa yang lahir sudah cukup lama, yakni pada abad ke
16. Hal ini menjadikan desa Lendang Nangka sebagai desa yang sudah cukup tua
bersamaan dengan beberapa desa di Kabupaten Lombok Timur. Usia tua ini
menjadikan desa Lendang Nangka menjadi rujukan dalam beberapa hal. Inilah yang
menjadikan desa Lendang Nangka selalu dikunjungi oleh berbagai instansi
pemerintahan untuk melakukan studi banding.
Beberapa kali tercatat aktivitas studi banding dari
beberapa instansi pemerintahan yang datang berkunjung ke desa Lendang Nangka rata-rata
melakukan kunjungan dalam konteks
pengembangan usaha di desa Lendang Nangka yang digagas oleh BUMDES Lentera
milik desa Lendang Nangka. Selain kesuksesan dalam pengembangan usaha desa, Lendang Nangka juga dikenal
sebagai desa adat. Hal ini sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Gubernur
NTB sebelumnya, bahwa Lendang Nangka akan menjadi desa adat kedua setelah desa
Sade yang berada di Lombok Tengah.
Tak kalah menarik, desa Lendang Nangka juga dinobatkan sebagai Rumah Peradaban oleh Balai Arkeologi Bali pada tahun 2016. Hal ini karena Lendang Nangka memilik arus sejarah yang
jelas dengan bukti arkeologis yang cukup kuat. kenyataan ini menjadikan desa
Lendang Nangka sebagai desa tua yang sangat kaya prestasi.
Menarik melihat desa Lendang Nangka sebagai desa Budaya, kenyataan
ini mengindikasikan bahwa pola pikir masyarakat di dalamnya telah terbangun
dengan baik sehingga stempel budaya menjadi cover yang layak disematkan di
dalamnya. Sejalan dengan hal ini, beberapa tradisi kebudayaan yang masih hidup
hingga saat ini, seperti Maulid Petangan, Sholawatan dengan iringan musik adat,
serta kolaborasi yang nyata antara tokoh adat dan tokoh agama, menjadi bukti
kongkrit betapa desa Lendang Nangka menjadi desa dengan sikap multikulturalisme
yang mapan.
Tambahan pula, alur dinamika perkembangan desa Lendang
Nangka yang saat ini tengah menggagas konsep desa santri (Ahmad Patoni,
wawancara, 11/04/2021) menjadikan perpaduan adat dan agama yang terjadi di desa
Lendang Nangka menjadi hal yang menarik untuk didiskusikan. Ada pola sinergitas
yang elegan antara kelompok budayawan dengan agamawan yang selanjutnya merajut model keberagamaan di desa Lendang
Nangka yang unik.
Islam Tradisional dalam arus sejarah desa Lendang Nangka
Membincang Islam di Lombok tidak terlepas dari peran para
tuan guru (Jamiludin, 2011). Sebagai agen sosial tuan guru menjadi aktor
penggerak pengembangan suatu komunitas masyarakat. Dalam tradisi sosial
masyarakat Lombok, tuan guru memiliki peran yang sangat besar, karena tuan guru
umumnya memiliki karisma yang kuat di tengah realitas masyarakat Lombok.
Jamaludin, menyebut bahwa tuan guru merupakan
perpanjangan tangan dari wali songo yang pernah melebarkan sayap dakwah di
daerah Lombok. Artinya, tuan guru pada awalnya adalah murid dari para wali
songo. Sepeninggal wali songo, para tuan guru meneruskan dan mengisi
ruang dakwah yang ditinggalkan oleh para wali songo.
Lendang Nangka sebagai salah satu desa yang terdapat di
kabupaten Lombok Timur, juga memiliki garis sejarah yang cukup diperhitungkan
dalam konteks penyebaran Islam dan aktivitas kaum santri (tuan guru). Ada garis
historis yang menghubungkan antara desa Lendang Nangka dengan kerajaan
Selaparang, yakni kerajaan Islam pertama di pulau Lombok.
Berdasarkan pada penemuan benda arkeologis di pekuburan
umum Timuk Desa Lendang Nangka (lomboktoday.co.id, akses 13/04/2021), yakni
makam raja Selaparang
terakhir, yakni pangeran Panji, garis sejarah Islam di Lombok Timur khususnya
menemukan titik persimpangan yang meski buram namun bisa diperhitungkan di desa
Lendang Nangka. Penelitian yang
dilakukan oleh salah seorang arkeolog dari Malang menyebut peta historis
tersebut melalui pendekatan arkeologi. Data tersebut kemudian dikonfirmasi oleh
Malik Hidayat sebagai pemangku adat desa Lendang Nangka.
Keberadaan bukti sejarah tersebut menunjukkan sejarah
panjang desa Lendang Nangka dalam konteks penyebaran Islam di desa Lendang
Nangka. Oleh karena itu nilai sejarah ini menjadi layak diperbincangkan di era
saat ini. Sebagaimana adagium yang lumrah kita ketahui, jangan lupakan jas
merah.
Dalam konteks refleksi sejarah, temuan ini akan sangat
penting untuk bahan refleksi para penerus generasi. Penulis melihat bahwa
bentang sejarah desa Lendang Nangka yang kaya ini layak dikemas dalam suatu
program kekinian yang berbasis penggalian nilai sejarah namun juga memiliki
dimensi pengembangan ekonomi yang menjanjikan. Keberadaan makam salah satu raja
Selaparang ini
bisa menjadi ikon untuk menghadirkan Lendang Nangka sebagai salah satu Musium
Geografis. Kerangka rencana ini sejalan dengan apa
yang dicita-citakan oleh Gubenur NTB sebelumnya yang ingin menjadikan Desa
Lendang Nangka sebagai desa adat kedua setelah Desa Sade Lombok Tengah (lombokinsider.com,
akses 16/04/2021)
TGH. Muhammad Thohir sebagai sebagai salah satu tokoh
agama (tuan guru) menyebarkan sayap dakwahnya di desa Lendang Nangka mulai tahun 1880an. Jika melihat periode sejarah,
angka tersebut menunjuk pada momen sejarah kelam bangsa Indonesia yakni saat
masih dijajah oleh kaum kolonial. Kenyataan ini menjadi refleksi berharga bahwa
peran TGH Muhammad Thohir dalam proses merebut kemerdekaan terutama di wilayah
Lombok Timur, pastinya menunjukkan peran kongkritnya. Hal ini dibuktikan dengan
munculnya nama pahlawan yang berasal dari Lendang Nangka, Djumuhur Hakim, yang sekaligus masuk dalam jamaah TGH Muhammad Thohir.
Tak hanya terbatas pada perwujudan kemerdekaan, peran TGH. Muhammad Thohir berlanjut dalam proses
pembenahan sosial masyarakat desa Lendang Nangka. Kenyataan semakin mapannya
masyarakat desa Lendang Nangka dalam konteks sosial keagamaan menunjukkan peran
TGH Muhammad Thohir dalam bidang tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peran kaum santri dalam proses
transformasi sosial maupun keagamaan masyarakat desa lendang nangka sangat
signifikan.
Refrensi desa Lendang Nangka sebagai desa sejarah tentu
akan berdampak positif terhadap perkembangan sosial kemasyarakat desa tersebut.
Dalam konteks saat ini nilai sejarah tersebut menemukan relevansinya. Saat ini
Lendang Nangka telah berkembang menjadi desa dengan aktivitas kegamaan yang
kental karena perkembangan pesat yang dialami salah satu pondok pesantren yang
terdapat di desa tersebut. Tercatat ribuan santri telah mondok di desa Lendang
Nangka. hal ini mendukung nilai keagamaan yang dikandung desa Lendang Nangka
untuk di demonstrasikan secara luas.
Selain
pengembangan adat yang menjadi khazanah kearifan lokal desa Lendang Nangka,
hadirnya pondok pesantren menjadi sumber daya utama dalam keberlangsungan
eksistensi desa baik dalam segi ekonomi, sosial dan agenda-agenda lainya.
Kesusksesan pondok pesantren itu, terutama terletak pada pemakaian, pemilihan,
dan framing makna keagamaan yang bersumber dari ajaran (doktrin) Islam
yang menjadi agama seluruh masyarakat desa Lendang Nangka. Kekuatan ajaran Islam
itu kemudian mampu memobilisasi sumber daya secara besar-besaran yang dikerahkan sebagai
agen-agen pembangunan desa.
Dengan demikian, peran para tokoh agama dalam
mensinergikan agama, adat dan kehidupan sosial nampak nyata dalam konteks
pembangunan manusia desa Lendang Nangka yang lebih berkemajuan. Hingga saat ini
peran para tokoh agama dan adat terus membangun sinergi positif dalam rangka
menjaga tatanan masyarakat yang damai dan menyongsong masa depan kehidupan yang
lebih baik.
Konstruksi Pemahaman Keagamaan; Harmoni Dialog Agama dan
Adat
Eksistensi kaum santri selanjutnya mempengaruhi konstruksi
sosial keagamaan
di desa Lendang Nangka. Berdasarkan pada kajian historis dan sosiologis, dapat dilihat konstruksi
pemahaan keagamaan desa Lendang Nangka yang cukup unik, yakni terbangunnya
konsep keagamaan yang moderat. Hal ini terlihat setidaknya dari beberapa point
berikut ini.
Pertama, antara tokoh agama dan tokoh adat di desa
Lendang Nangka terbangun komunikasi yang harmonis. Hal ini terlihat dari beberapa
kegiataan keagamaan maupun kebudayaan yang selalu melibatkan kedua kelompok
sosial tersebut. Misalnya dalam ritual pembuatan minyak obat yang diadakan di
Pondok pesantren Thohir Yasin, tokoh adat juga ikut berpartisipasi. demikian
pula dengan tokoh agama, ikut berapartisipasi dalam acara maulid petangan yang
biasanya diinisiasi oleh tokoh adat.
Kedua, munculnya tokoh-tokoh muda, yang mengisi ruang
dakwah dengan membangun semangat keberagaman yang dengan semangat Islam moderat
bisa berlangsung damai dan tanpa konflik. hal ini disebabkan oleh dasar
komunikasi agama-budaya yang telah terbangun dalam diri para dai bahkan sejak
mereka masih usia dini.
Ketiga, ritual ziarah makam yang hingga saat ini masih
eksis dilakukan oleh para santri di pekuburan timuk (timur) desa menunjukkan
semangat mencintai sejarah sekaligus penghormatan kepada tokoh masa lalu desa
Lendang Nangka (M Darmawan, 2020).
Keempat, tradisi maulid petangan yang diadakan setiap
setahun sekali dalam rangka memperingati hari kelahiran Rasul yang mulia Nabi
Muhammad Saw. Dalam tradisi maulid petangan terdapat ritual sholawat yang
dipadukan dengan pelaksanaan beberapa tradisi adat seperti selametan otak aik
(selamatan mata air), bisok pusaka (mencuci benda peninggalan masa lalu
yang bernilai sejarah). Fakta sosial ini menjadi pijakan penting bahwa
pemahaman keagamaan masyarakat desa Lendang Nangka secara umum menunjukkan
kepada semangat Islam moderat.
Dari empat poin tersebut, dapat dilihat betapa pola
kebaragamaan di desa Lendang Nangka unik tanpa merusak otentisistas keislman
maupun kebudayaan. Hal ini menepis beberapa statemen yang menyebut bahwa
masyarakat Lombok terbelah dalam dua identitas keislman yang saling berlawanan
yakni Islam Waktu Lima dan Islam Wetu Telu. Pun juga statemen simplikatif dari Clifford
Gertz (2010) yang menyebut bahwa Islam di Indonesia adalah Islam sinkretis. Menepis
dua konsep tersebut, Islam di Lombok sejatinya merupakan betuk Islam yang
menegosiasikan Islam dan adat tanpa merusak salah satu diantaranya.
Muhamamad War’i (2020) menyebut bahwa penganut Islam di
Lombok terutama kalangan Islam tradisional melakukan apa yang disebut dengan
negosiasi post-theistik, yakni pola komunikasi tingkat tinggi yang memadukan
kerangka epistemologis dan sosiologis yang dilakukan orang-orang muslim guna
menjaga eksistensi agama dan kebudayaan dalam waktu yang bersamaan. Konsep ini
nampaknya relevan dengan apa yang terjadi di desa Lendang Nangka, yang mana di
dalamnya berlangsung model Islam yang mendialogkan agama dengan adat secara
harmonis.
Tulisan ini dapat disimpulkan dalam beberapa pernyataan: Pertama,
Ada perubahan sosial yang signifikan yang terjadi di desa Lendang Nangka
setelah mendapatkan sentuhan keagamaan kaum santri (tuan guru) yang pada
gilirannya berdampak pada perubahan seluruh sisi kehidupan. Kedua, Ritual
keagamaan yang dikembangkan di desa Lendang Nangka mendorong masyarakatnya
untuk lebih progres dalam kehidupannya juga bersikap inklusif dalam membawa
identitas keagamaan. Ketiga, Ada dialog yang unik antara agama dan adat
yang mendorong pada komunikasi keagamaan yang harmonis.
Temuan dalam ulasan ini menunjukkan bahwa agama dan adat
tidak melulu dipertentangan di dalam ruang sosial keberagamaan. Harmoni dialog
agama dan adat di desa Lendang Nangka bisa menjadi satu pelajaran berharga
betapa bangsa Indonesia memiliki amunisi penguatan sosial yang sesungguhnya
sangat banyak tersebar meski masih terpendam. Apa yang dilihat di desa Lendang
Nangka bisa jadi banyak terjadi di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.
Kita berharap dialog agama dan adat yang harmonis menuntun kepada ketahanan
sosial dalam konteks kehidupan beragama.
Referensi
Budiwanti, Erni. Islam Sasak Wetu Telu versus Waktu
Lima. Jakarta: Lkis, 2000
Gertz, Clifford. Agama
Jawa: Abangan, Santri, Priyai dalam Kebudayaan Jawa. Jakarta: Komunitas
Bambu, 2010
Jamiludin. Sejarah
Sosial Islam di Lombok Tahun 1740-1935 (Studi Kasus terhadap Tuan Guru).
Jakarata: Kementrian Agama RI, 2011
Lombok Today. Makam
Putra Raja Selaparang Ditemukan di Lendang Nangka, melalui situs: lomboktoday.co.id.
Akses tanggal 14 Maret 2021
Lombok Insider. Lendang Nangka, akan
Dijadikan Desa Wisata Budaya Baru Selain Sade,melalui situs: lombokinsider.com.
Akses tanggal 16 Maret 2021
M Darmawan. TGH Muhammad Thohir:
Sifat dan Konsep Dakwah yang Dikembangkan. Majalah Baca.2020
War’i, Muhammad. Negosiasi
Post-Theistik Penghayat Kepercayaan Lokal dalam Mendialogkan Agama dan Adat di
Pulau Lombok. Jurnal Dialog. Jakarta: Kementrian Agama, 2020
M Darmawan
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKenapa sistem Penghulu yang dianut desa lendang nangka tidak jelaskan disini?, padahal sistem penghulu ini yang mengatur dan mengajar agama jauh sebelum nama desa ini lendang nangka. Seolah olah sebelum kedatangan kaum santri lendang nangka kurang taat dalam beragama.
BalasHapusTerimakasih atas saran dan kritiknya.
HapusNamun tentu kami juga kita menulis hal ini dengan cara mencoba medeteksi data-data seperti yang dimaksudkan, namun kami masih kesulitan menemukanya. kalau seumpama pelungguh bisa menuliskan itu atau berdiskusi meberikan data, insya allah kami siap menulisnya.
perihal data, bukan saja data yang berbentuk sejarah, tetapi data-data terbaru saja kami kesulitan mencarinya karena tidak ada arsip kejelasan kalau berbicara tentang Lendang Nangka. maaf sebelumnya kalau ada yang salah. ini tentulah hanya pembacaan penulis selama tinggal di Lendang Nangka.